Wednesday, Dec 18, 2019
Berdasarkan catatan sejarah, TNI pertama kali mendarat di daerah ini sekitar tahun 1949.. TNI kala itu masuk ke Sulsel untuk menghadang pasukan KNIL. Belanda lewat KNIL berencana kembali menguasai tanah air. Saat itu terjadi pemberontakan besar-besaran di Makassar. Peran besar KNIL di Indonesia adalah menggempur para pejuang republik tanpa ampun. Ada yang bertempur habis-habisan karena sumpah setia kepada Ratu Belanda, tapi ada pula yang terjebak. Disebutkan banyak serdadu KNIL masuk tentara Belanda karena terjebak propaganda bohong. Sebagian serdadu yang dalam Perang Dunia II pergi ke Australia seperti Heiho serta Romusha sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi di tanah air selama berada di sana.
Dengan propaganda seperti itu, mereka kemudian sulit berdamai dengan Republik Indonesia yang dipimpin Soekarno-Hatta. Jelang bubarnya KNIL, menurut Laporan Djawatan Kepolisian Negara (bagian PAM) kepada Presiden perihal: Aksi Westerling (21/02/1950), muncul isu di kalangan mereka bahwa bekas KNIL yang masuk TNI akan disudutkan dan dicari-cari kesalahannya. Pasukan dari TNI kemudian dikirim ke Makassar. Ide itu dari parlemen Negara Indonesia Timur (NIT) pro-republik yakni Andi Rasyid Fakih, Haji Mattekawang Daeng Raja, dan A. Karim Mamangka.
Mereka mengirim mosi pada 23 Desember 1949 ke Menteri Pertahanan RIS, Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang isinya mendesak pemerintah RIS untuk segera mengirimkan pasukan TNI ke Sulawesi Selatan. Sri Sultan menerima mosi itu ketika mengadakan inspeksi ke Indonesia Timur. Kaum federalis tentu menentang mosi tersebut. Sri Sultan pun membentuk sebuah komisi militer sebelum kedatangan pasukan TNI dari Jawa. Bertindak sebagai ketua komisi adalah Ir. Putuhena. Sebagai anggota, ada Mayor Alex Nanlohy dari pihak KNIL dan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta dari pihak TNI. Mokoginta, sebelum Jepang mendarat di Indonesia pada 1942, juga adalah perwira KNIL. Ketika berkunjung, Sri Sultan didampingi oleh Mokoginta. Jebolan KMA Bandung ini diangkat sebagai Kepala Tentara dan Teritorium di Indonesia Timur. Komisi Militer RI ini pada 27 Desember 1949, di hari pengembalian kedaulatan RI dari pemerintah Belanda, menerima tanggung jawab dari Markas Besar Tentara Belanda di Makassar atas keamanan Indonesia Timur.
Dalam penyerahan tanggung jawab itu, Komisi Militer diwakili oleh Letnan Kolonel Mokoginta karena Ir. Putuhena dan Mayor Nanlohy belum datang ke Makassar. Mokoginta dalam menjalankan tugasnya dibantu beberapa anggota staf seperti Mayor Saleh Lahade, Mayor H.N.V. Sumual, Mayor Pieters, serta seorang ajudan yakni Kapten Andi Muhamad Yusuf. Namun, apapun perjanjian dan wewenangnya, Mokoginta tak dihormati oleh serdadu-serdadu KNIL. Mereka kemudian mengamuk di Makassar. Desakan pengiriman pasukan TNI dari Jawa semakin kuat lagi setelah adanya konferensi 7 Februari 1950 di Polongbengkeng, daerah yang dikenal sebagai basis republik selama revolusi kemerdekaan. Saat itu, ada tuntutan dari bekas laskar Republik di Sulawesi Selatan yang bertahan di pedalaman Sulawesi Selatan yang ingin masuk dalam formasi seperti halnya TNI.
Pihak Belanda mempengaruhi kalangan prajurit KNIL di Makassar, Manado dan Ambon. Akibat kampanye anti-TNI hingga timbul berbagai pergolakan daerah di Indonesia. Misalnya kerusuhan dan aksi militer pimpinan Kapten Andi Azis dan menyerang markas TNI di Makassar.
"Andi Azis sebelumnya adalah ajudan Wali Negara NIT, Sukowati dan bersama satu kompi KNIL resmi memasuki TNI pada 30 Maret. Namun sehari sebelumnya dia ditemui Dr.Chris Soumokil yang datang dari Manado dan bersama Kolonel Schotborg mempengaruhinya untuk menentang pendaratan Batalyon Worang di Makassar pada 5 April. Azis dipengaruhi bila APRIS terbentuk, tidak perlu kehadiran TNI”.
Tugu Pahlawan ini dibangun diatas lokasi pendaratan TNI pertama kali di Makassar, sekitar tahun 1949. Ditempat inilah terjadi pertempuran yang dahsyat antara pasukan TNI yang dicegat pendaratannya oleh KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indische Leger) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda/NICA, sesudah pengakuan kedaulatan yang diberikan Belanda yaitu R.I.S (Republik Indonesia Serikat) pada tanggal 27 Desember 1949. Sekaligus merupakan saksi sejarah seperti yang nampak pada dinding sebelah barat Benteng Panynyua, berupa sejumlah lubang besar dan kecil adalah bekas tembakan peluru api pertempuran. Tugu ini dibangun pada tahun 1951, dimasa Kolonel Inf. Gatot Subroto, sebagai panglima Teritorium Indonesia Timur. Salah satu tentara pejuang yang ikut dalam pertempuran itu adalah Mayjen TNI Purn Andi Mattalatta.. Tugu ini berupa pilar silinder setinggi sekitar lima meter. Diresmikan pada tanggal 12 September 2003 oleh Mayjen TNI Purnawirawan Andi Mattalatta atas nama sesepuh perjuangan Kemerdekaan Indonesia.
Sumber :