Abdullah Daeng Sirua adalah seorang pahlawan asal Kampung Tidung, Makassar. Untuk menghormati jasanya, Pemkot Makassar menjadikan namanya menjadi salah satu namanya jalan di Kota Makassar. Padahal, kabarnya saat masih hidup, Abdullah Daeng Sirua menolak namanya dijadikan nama jalan.
Namun, atas jasa, kepribadian, dan pengabdiannya yang begitu besar menjadikan warga Tamamaung dan Masale bersikeras untuk nama tersebut diabadikan sebagai nama jalan yang ada di Makassar hingga saat ini.
Abdullah Daeng Sirua lahir pada Tahun 1922, di Kampung Tidung. Ia merupakan putra dari pasangan Yusuf Daeng Ngawing dan Yalus Daeng Te’ne. Yusuf Daeng Ngawing adalah seorang kepala Kampung di Mapala. Yusuf Daeng Ngawing merupakan pejuang yang turut dalam menentang penjajahan Jepang dan Belanda. Sikap perjuangan tersebut, ternyata diwarisi oleh Abdullah Daeng Sirua tumbuh di tengah gejolak kemerdekaan Republik Indonesia. Ia mewarisi semangat menentang penjajah Belanda dari sang ayah yang juga seorang pejuang. Ketika beranjak remaja ia lalu melanjutkan pendidikannya di Mualimin Muhammadiyah Jongaya untuk memperdalam ilmu agama. Tidak puas mengenyam bangku pendidikan di Mualimin Muhammadiyah Jongaya, ia kemudian melanjutkannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
MULO adalah sekolah khusus untuk anak-anak Belanda dan pribumi yang keturunan bangsawan. Sekolah ini merupakan milik Belanda. Meski bersekolah di sekolah milik Belanda, Abdullah dikenal gigih melawan Belanda dan hampir ditembak mati.
Ketika Jepang ganti melanjutkan penjajahan di Makassar, jiwa patriotik orang Muhammadiyah ini kembali terpanggil. Dia bergabung dengan organisasi laskar pejuang, Kesatuan Harimau Indonesia (HI) dan Keris Muda untuk menyerang Jepang.
SEJARAH PERJUANGAN
- Abdullah bertemu dengan tokoh-tokoh pejuang Sulawesi Selatan seperti Wolter Monginsidi, Emmy Saelan, Raden Endang, dan Siti Mulyati.
- Saat itu, rumah Abdullah di Kampung Tidung, dijadikan sebagai markas para pejuang. Basis perjuangan mereka menjangkau Takalar, Maros, Barru, sampai ke Malino, Gowa.
- Abdullah membagikan ilmu yang didapatnya kepada warga yang tidak bersekolah. Ia bahkan menggunakan kolong rumahnya sebagai kelas untuk mengajar. Setiap sore, ia meluangkan waktu untuk mengajar ngaji dan ilmu agama.
- Pada masa penjajahan, rumah Abdullah lah yang dijadikan markas dan tempat untuk makanan serta obat-obatan bagi para pejuang.
- Alhasil, Abdullah tumbuh menjadi sosok pejuang dan petarung yang kuat dan gigih untuk melawan sekutu Belanda.
- Belanda akhirnya menjadikannya target utama, hingga akhirnya Abdullah ditangkap selama setahun dan ditembak mati.
- Namun, nasib baik berpihak padanya, konon ketika ditembak, tembakan tersebut tak mengenai tubuh Abdullah.
- Saat Jepang mulai menjajaki Makassar pada tahun 1942, Belanda meninggalkan Indonesia. Jepang kemudian melanjutkan penjajahan Belanda.
- Abdullah bergabung organisasi laskar pejuang, Kesatuan Harimau Indonesia (HI), dan Keris Muda untuk menyerang Jepang.
- Selama berjuang, Abdulllah selalu ditangkap dan disiksa.Bahkan ibu jari Abdullah diikat dan ia diseret dengan mobil. Tidak hanya itu, ia bahkan dipukul dan kemudian digantung.
- Abdullah sempat dikabarkan meninggal dunia. Masyarakat kemudian membentuk gerakan untuk melakukan penyergapan kepada antek-antek KNIL.
- Setelah penjajahan Jepang berakhir, dan para penjajah meninggalkan Makassar pada tahun 1949, Abdullah menjadi penceramah dan mengajar agama di berbagai sekolah rakyat. Ia dikenal sebagai da'i Kota Makassar.
- Sebelum wafat, ia berpesan untuk tidak dimakamkan di Makam Pahlawan dan meminta untuk dikuburkan di kampung kelahirannya di Kampung Tidung, tempat ia dan ayahnya berjuang melawan antek Belanda.
* Sumber H. Muhammad Yahya Daeng Nai