Wednesday, Dec 18, 2019
Struktur bunker memiliki bentuk menyerupai botol dengan ukuran 10 Meter, lebar 3 meter dan tinggi 2 meter. Struktur bunker sendiri dibangun dengan beton cor dengan rangka besi dengan ketebalan kurang lebih 15 cm. Bunker beratap datar menyatu secara utuh denagna bagian lainnya atau kompak. Mulut bunker terdiri dari dua sisi menghadap timur dan barat tetapi pintu sisi baratnya telah tertutup dengan tembok beton rumah Mayor Purn. Kendar Sugitomo.. Mulut bunker sendiri berbentuk miring setengah trapezium dengan lebar 1 meter dan tinggi 1.5 meter yang ditutupi dengan kayu papan dan seng yang sengaja ditutup oleh warga sekitar.
Bungker Ammanagappa merupakan struktur pertahanan peninggalan Jepang yang dibangun pada tahun 1942 sebagai sarana pertahanan militer tantara Jepang Ketika berada di Makassar ( BPCB Makassar, 2013).Makassar merupakan wilayah pemerintahan militer Jepang di Indonesia Timur yang mencakup wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara berada di bawah kekuasaan Dai Ni Nankenkantai (Armada Selatan ke-2. Tugas utama tentara Jepang di kawasan Indonesia Timur adalah menguasai lading-ladang minyak di Tarakan dan Balikpapan. Selain itu juga membendung kemungkinan infiltrasi kekuatan sekutu dari Jawa dan Australia (Kemendikbud, 2011). Secara organisasi Daerah militer Jepang di Makassar dikuasai oleh minseifu (Kantor Pemerintahan Sipil) yang diketuai oleh sokan (Inspektur Jendra) berpusat di Makassar. Di bawah minseifu terdapat 3 minseibu, yaitu Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Minseibu kemudian dibagi menjadi shuu, ken, bunken, gun, dan son (Oktorino, 2016: 205-206). Sementara itu, daerah Sulawesi Selatan pada masa pendudukan Jepang dibagi menjadi enam wilayah administrasi yang dikenal dengan term bahasa Jepang, yaitu Kenkanrikan(Kadir. dkk. 1984: 76; Peolinggomang. dkk. 2005: 90-91).
Pulau Sulawesi pada umumnya dan khususnya Sulawesi Selatan diinvasi oleh Jepang dalam waktu hampir bersamaan dengan penyerangan ke Kalimantan dengan pasukan yang berbeda. Untuk menduduki Sulawesi Selatan, tentara Jepang mulai menyusup dari utara dan bergerak ke arah selatan, Kota Manado yang terletak di ujung utara Pulau Sulawesi pada 11 Januari 1942 berhasil dikuasai (Kadir. dkk. 1984: 69). Sulawesi Utara ini berbatasan langsung dengan negara Philipina sebagai pusat pertahanan Angkatan Laut Sekutu (Amerika Serikat) Pearl Harbour yang berhasil diporakporandakan oleh pasukan Jepang. Jadi untuk menguasai Sulawesi, dianggap wajar jika memulai dari sebelah utara, kemudian bergerak ke selatan, yaitu Kendari. Kendari juga menjadi sasaran infasi Jepang karena Kendari dianggap dapat mengancam kedudukan pasukan Jepang jika dibiarkan, di sekitar bandara Kendari ini ada pangkalan militer Belanda dan Amerika Serikat (Natsir. 2012: 66-67). Bandara inilah yang menjadi sasaran Jepang dan berhasil dikuasai pada 24 Januari 1942. Setelah Jepang menguasai Kendari, Jepang terus bergerak ke selatan, yaitu Sulawesi Selatan.
Jepang tidak lansung menuju Kota Makassar untuk mendudukinya, tetapi terlebih dahulu menguasai Sinjai karena pasukan Angkatan Laut Jepang menilai Sinjai yang paling aman untuk mendaratkan pasukan dibanding dengan pelabuhan lain, termasuk Bajoe, Bone. Langkah yang diambil oleh Jepang ini, bukanlah langkah yang baru muncul atau kebijakan yang secara tiba-tiba, tetapi Jepang sudah lama melakukan pemantauan. Demikian pula ketika TentaraAngkatan Laut Jepang berhasil menguasai Sinjai pada 9 Februari 1942, dan sehari kemudian barulah Kota Makassar menjadi sasaran. Lagi-lagi Jepang masih sangat hati-hati untuk tidak langsung menginvasi Kota Makassar pada 10 Februari 1942. Akan tetapi terlebih dahulu Angkatan Laut Jepang didaratkan di Barombong. Dari sanalah, mereka secara cepat menduduki Kota Makassar untuk tidak memberi kesempatan pasukan Belanda mempersiapkan diri. Lagi pula jarak antara Barombong dengan Kota Makassar hanya kurang lebih 10 km sebelah Selatan Kota Makassar.
Setelah Jepang berhasil menduduki Kota Makassar, di kota ini hanya ada sedikit perlawanan terhadap pendaratan Jepang, baik dari pihak garnisun militer Belanda maupun penduduk setempat (Barbara. 1989: 92). Malahan, penduduk dan kaum nasionalis kota ini memberikan penyambutan yang meriah kepada tentara Jepang dengan membentuk kepanitiaan secara khusus. Adanya kerja sama antara golongan nasionalis dengan pihak Jepang yang menyebabkan Belanda tidak melakukan perlawanan. Kemudian setelah menguasai Kota Makassar, pasukan Jepang mendesak pihak Belanda untuk menyerahkan kekuasaannya sambil menyerang pusat-pusat pertahanan Belanda yang berada di daerahPropaganda aan Akibatnya pada Masa... Iwan 192 WALASUJI Volume 10, No. 2, Desember 2019: daerah. Walaupun terjadi perlawanan dari Belanda, usaha perlawanan yang dilancarkan oleh pihak Belanda tidak ada manfaatnya. Pasukan Belanda semakin terdesak sampai jantung pertahanan Belanda di Maros, tetapi itu pun sangat gampang dikuasai oleh Jepang.
Wilayah Sulawesi Selatan yang paling vital untuk dikuasai, tetapi Jepang tidak mungkin melakukan itu tanpa menguasai daerah-daerah di sekitarnya terlebih dahulu. Penguasaan Sulawesi Selatan untuk kepentingan ekonomi Jepang, tidaklah terlalu menjanjikan dibanding dengan Pulau Kalimantan. Akan tetapi Sulawesi Selatan ini secara geografis yang dianggap paling strategis untuk wilayah Indonesia Timur. Sulawesi Selatan juga memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap jika dibandingkan daerah lain di Indonesia Timur pada umumnya. Selain itu, di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kota Makassar sebagai kota pelabuhan transito dunia sejak masa kerajaan abad XVII yang masih eksis sampai saat itu. Sehingga pelabuhan ini sangat dibutuhkan oleh Jepang untuk bongkar muat barang dan pasukan. Untuk dapat menguasai Sulawesi Selatan, khususnya pusat pemerintahan Hindia Belanda di Kota Makassar, Jepang memiliki perhitungan tersendiri dari segi keamanan pasukannya (Ricklesf. 1995: 187).
Pada awal-awal tahun pertama pendudukan Jepang di Sulawesi Selatan tidak ada konflik-konflik yang berarti antara pihak tentara Jepang dengan rakyat. Saat itu, Jepang sangat gencar melakukan propaganda dan rakyat Sulawesi Selatan masuk dalam perangkat tersebut, termasuk di Enrekang. Bahkan di Sulawesi Selatan sengaja dibuatkan panitia penyambutan, ibarat menyambut tamu istimewa (Barbara., 1989: 93). Keberhasilan propagandan Jepang dapat dilihat dengan tidak adanya perlawanan terhadap tentara Pendudukan Jepang sejak awal kedatangannya. Keadaan itu tidak muncul begitu saja, tetapi dipastikan ada alasan-alasan sebelumnya, yaitu propaganda dan pendekatanpendekatan yang dilakukan oleh Jepang melalui tuan-tuan toko. Jepang berhasil mendekati kaum nasionalis dan sebagian para bangsawan, itulah sebabnya golongan nasionalis membentuk kepanitiaan penyambutan tentara Pendudukan Jepang sebagaimana disebutkan di atas. Adanya kepanitiaan penyambutan, susah untuk tidak mengakui propaganda Jepang berhasil sejak awal kedatangnya di Sulawesi Selatan.
Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah yang sangat diperhitungkan dalam pergerakan nasional untuk mencapai kemerdekaan pada masa pendudukan Jepang. Seiring dengan perkembangan waktu, sistem pemerintahan Pendudukan Jepang juga mengalami perubahan. Demikian juga strategi propaganda dan pengaruh Jepang mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan Jepang. Memasuki tahun kedua, pendudukan Jepang berusaha untuk tetap mendapat dukungan dari rakyat Indonesia, tetapi pada sisi lain kepentingan Jepang tetap yang diutamakan. Sebagai contoh, pada pertengahan 1943, Jepang sudah mulai terdesak oleh serangan dari Sekutu di Asia Tenggara. Untuk menarik simpati rakyat, pemerintah pendudukan Jepang memberikan janji kemerdekaan untuk Indonesia dikemudian hari. Pernyataan itu disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang, Tojo di lapangan Ikada pada 7 Juli 1943 sebagai keputusan sidang Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) yang ke-82. Juga mengajak rakyat Indonesia mengambil bagian dalam pemerintahan. Untuk Sulawesi Selatan, beberapa bulan kemudian dibentuk Badan Pertimbangan Keresidenan, yaitu pada awal 1944 yang beranggotakan 15 orang. 12 orang bangsawan dan 3 anggota kehormatan, yaitu 3 kerajaan besar, yakni Kerajaan Gowa, Luwu, dan Kerajaan Bone (Kadir. dkk. 1984: 80).Untuk meyakinkan rakyat Indonesia, pengumuman pemberian janji kemerdekaan itu dan propaganda lainnya dilakukan melalui radio bahwa Jepang adalah pembela Asia, Jepang merasa berkewajiban memerdekakan Asia dari penindasan dan penjajahan bangsabangsa kulit putih, yakni Inggris, Amerika, dan Belanda (Kadir. dkk. 1984: 71)
Tidak sedikit rakyat daerah ini melakukan perjuangan untuk melawan penjajahan, dan bukan hanya dilakukan di daerah ini, melainkan juga mereka berjuang di Jawa. Itulah sebabnya, Soekarno datang di daerah ini untuk melakukan konsolidasi atas perjuangan di daerah hubungannya dengan tingkat pusat (nasional). Sehingga kedatangan Soekarno bersama Soebardjo dan Laksamana Maeda ke Kota Makassar pada April 1945.
Tenaga kerja laki-laki yang dikerahkan dalam kerja paksa untuk pembangunan bungker-bungker, kebanyakan yang ada di sekitar pembangunan bungker tersebut. Walaupun banyak juga yang didatangkan dari daerah lain, bahkan dari pulau lain sebagaimana yang disampaikan oleh Barbara, kerja romusha di Sulawesi Selatan kebanyakan didatangkan dari Jawa sekitar 70.000 orang.
Pada awal 1944, kebijakan-kebijakan yang diberikan oleh tentara Jepang kepada masyarakat Kota Makassar mulai melunak, demikian juga strategi propaganda dan pengaruh Jepang mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan Jepang. Memasuki tahun kedua, pendudukan Jepang berusaha untuk tetap mendapat dukungan dari rakyat Indonesia, tetapi pada sisi lain kepentingan Jepang tetap yang diutamakan. Sebagai contoh, pada pertengahan 1943, Jepang sudah mulai terdesak oleh serangan dari Sekutu di Asia Tenggara. Untuk menarik simpati rakyat, pemerintah pendudukan Jepang memberikan janji kemerdekaan untuk Indonesia dikemudian hari. Pernyataan itu disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang, Tojo di lapangan Ikada pada 7 Juli 1943 sebagai keputusan sidang Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) yang ke-82. Juga mengajak rakyat Indonesia mengambil bagian dalam pemerintahan. Untuk Sulawesi Selatan, beberapa bulan kemudian dibentuk Badan Pertimbangan Keresidenan, yaitu pada awal 1944 yang beranggotakan 15 orang. 12 orang bangsawan dan 3 anggota kehormatan, yaitu 3 kerajaan besar, yakni Kerajaan Gowa, Luwu, dan Kerajaan Bone (Kadir. dkk. 1984: 80).Untuk meyakinkan rakyat Indonesia, pengumuman pemberian janji kemerdekaan itu dan propaganda lainnya dilakukan melalui radio bahwa Jepang adalah pembela Asia, Jepang merasa berkewajiban memerdekakan Asia dari penindasan dan penjajahan bangsabangsa kulit putih, yakni Inggris, Amerika, dan Belanda (Kadir. dkk. 1984: 71).