Wednesday, Dec 18, 2019
Secara administratif kawasan Pecinan di Jalan Sulawesi dan sekitarnya, ternyata masuk wilayah Kelurahan Melayu Baru. Di kampung inilah masjid peninggalan Datuk Ribandang itu dibangun. Dahulu kala –sekitar abad ke 17- orang melayu adalah pemilik sah kompleks ini. Fakta tersebut dibuktikan dengan hadirnya Masjid Melayu pertama di Makassar. Sebagai bentuk penghormatan atas jasa Datuk Ribandang, nama lain dari Khatib Tunggal Datuk Makmur, ulama besar pembawa syiar Islam di Sulsel. Atas dasar inilah rumah Allah itu diberi nama Masjid Makmur Melayu. Bangunan dua lantai bercorak hijau gelap itu masih setia berdiri kokoh dan berwibawa hingga sekarang.
Masjid berkubah keemasan ini berada di lintasan Jalan Sangir dan Jalan Sulawesi. Historis Masjid Makmur Melayu ini, Posisinya bersandar pada pagar besi masjid. Jarak antara pagar berukir kembang itu dengan badan jalan diperkirakan hanya lima meter, Bangunan dua lantai berpadu corak hijau lembut itu persis berdiri di bibir jalan tanpa lahan parkir. Tak heran, Masjid Melayu kini terjepit di antara bangunan ruko di sekitarnya.
Cukup sulit untuk menemukan peninggalan Melayu kuno pada masjid ini. Akibat terjangan bom pada tahun 1943 nyaris tidak ada satupun benda bersejarah yang masih bertahan. Hanya sebuah bedug yang sempat terselamatkan; pemberian dari Raja Bone. Bedug inilah satu-satunya peninggalan bersejarah masjid ini yang masih orisinil dan tersimpan. Konon, usianya setara dengan dibangunnya masjid.
Menurut Ustadz Abdul Waris Farid, salah seorang pengurus masjid yang masih memiliki darah Melayu ini mengatakan: “Material bedug ini terbuat dari pohon lombok. Belum lama ini pihak pemerintah berniat membelinya namun pengelola masjid belum rela melepasnya ke pihak manapun”. Secara fisik bedug bercorak merah gelap ini sudah tidak utuh bentuknya. Bagian yang biasa digunakan untuk ditabuh sudah robek, menganga. Robekan ini bukan lantaran sering ditabuh, tapi akibat terjangan bom Jepang yang membuat benda ini terlempar kuat, jatuh dan tergeletak di tepi pantai kala itu.
Awal mula masjid ini dibangun sangat sederhana. sebelumnya adalah sebuah pesantren khatib Melayu milik Datuk Makmur atau Datuk Ribandang dan dibangunlah masjid diatas tanah milik yang diwakafkan sebagai Masjid Makmur Melayu awalnya terbuat dari anyaman bambu dengan luas kurang lebih 21x20 meter. Kisah dari masjid ini masih terus mengalir dari mulut Haji Unais. Menurutnya, pada tahun 1943 ketika Jepang menguasai Makassar, perang kota terus berkecamuk. Perlawanan rakyat tak kuasa terbendung. Sebagian wilayah Makassar porak-poranda dibombardir oleh pasukan udara Jepang.
Tak terkecuali masjid bersejarah ini, hancur serata dengan tanah. Warga perkampungan Melayu terpaksa mengungsi ke sejumlah daerah bahkan ada sampai ke sebuah pulau, bernama Barang Lompo.
Pada saat perang melawan Jepang, imam masjid dipangku oleh H. Ince Muhammad Hasan. Pasca pengeboman, perlahan-lahan masyarakat Kampung Melayu merekonstruksi Masjid Makmur Melayu. Kerja keras ayah Unais membangun kembali masjid leluhurnya itu membuahkan hasil.
Dibangun dari bahan-bahan yang layak pakai, Masjid Makmur Melayu akhirnya dapat kembali berdiri, meski hanya berdinding daun rumbia. Tahun 1948, tembok masjid direhab. Dindingnya dikonstruksi kokoh berbahan dasar tiga lapis batu kali. Tahun 1982, masjid ini dipugar kembali. Jika sebelumnya hanya berlantai dasar, kali ini pihak pengelola membangun lantai atasnya untuk ditempati jamaah wanita. Biaya pembangunan tersebut sepenuhnya berasal dari swadaya masyarakat. Termasuk bantuan dari masyarakat Tionghoa. Masjid Makmur Melayu terletak Kelurahan Melayu Kecamatan Wajo. Masjid ini diapit oleh dua jalan besar, yakni Jalan Sulawesi dan Jalan Sangir. Berdiri tepat di tengah-tengah penduduk pecinan. Memang, kedua jalan tersebut dominan dihuni oleh masyarakat etnis Tionghoa. Termasuk dibagian belakang.
Masjid merupakan kompleks komunitas masyarakat pecinan. Masjid Makmur Melayu tak bisa dipisahkan dengan salah satu tokoh ulama besar penyebar Islam di Sulsel, Khatib Tunggal Maulana Syekh Abdul Makmur. Di Makassar, tokoh ini lebih dikenal dengan nama Datuk Ri Bandang. Mesjid Makmur Melayu dibangun di atas lokasi pesantren yang didirikan oleh Datuk Ri Bandang. Memang, awal mulan kedatangannya di Makassar, ia mendirikan pesantren sebagai pusat syiar atau penyebaran Islam. Pesantren inilah yang yang dipakai mendidik penduduk di sekitar lokasi tersebut. Juga, berfungsi sebagai tempat mengislamkan orang yang ingin masuk Islam.
Setelah Datuk ri Bandang wafat, lokasi eks-pesantrennya lalu dibanguni Masjid. Inisiatornya adalah anak-cucu beserta para pengikutnya. Pembangunannya dimulai pada tahun 1760. Sebagai bentuk dedikasi dan penghormatan atas jasa-jasa Datuk ri bandang tersebut, maka Masjid ini lalu diberi nama Masjid Makmur Melayu. Kata Melayu sendiri diambil karena ia berasal dari Melayu atau Sumatera. Masjid ini berdiri di atas di atas lahan seluas 15x19 meter. Dulu, luasnya 21x20 meter. tetapi karena pembangunan jalan, sebagian bangunannya dikurangi alias dipotong. Semula pengurus Masjid Makmur Melayu bersikeras tak mau melepaskan sebagian bangunannya, tetapi karena bujukan dan desakan pemerintah Kota Makassar saat itu,
Akhirnya mereka mengalah.saat ini, untuk masuk ke Masjid, jamaah harus lewat dari pintu sebelah utara. Tepatnya, jamaah masuk dari arah Jalan Sangir. Terdapat dua pintu pagar sebagai akses masuk. Sejajar dengan itu, terdapat tembok yang megelilingi Masjid dengan perpaduan empat warna, yaitu hitam, coklat, krem, dan hijau. Pintu pagar sebelah kiri yang berhadapan langsung pintu masuk masjid. Di pintu tersebut terdapat gapura yang berbentuk piramida.
Di samping gapura terdapat tempat wudhu. Dan dibagian ujung timur, terdapat toilet yang terlihat cukup terawat. salah seorang pengurus Masjid Makmur Melayu bernama H Ince Unais Hasan. Usianya kini 67 tahun. Selain sebagai ketua pengurus masjid, ia juga didaulat oleh jamaah sebagai imam di masjid tersebut. Unais tinggal di sekitar masjid. Persis di bagian selatan Masjid Makmur Melayu.
Sejak kecil ia tinggal di tempat itu. Mungkin karena alasan itu, sehingga ia dipercaya menjadi imam. Selain itu, Unais juga masih merupakan keturunan dari Syekh Datuk ri Bandang. Unais menceritakan, Masjid Makmur Melayu telah mengalami beberapa kali renovasi. Awal mula dibangun pada abad XVII, bahannya masih dari kayu. Pada tahun 1943, saat perang dunia ke-2, masjid ini sempat hancur dan rata dengan tanah. Hal tersebut terjadi karena dihantam dengan bom besar. Akibatnya, bangunan orisinal seperti awal pendiriannya tak bisa lagi dilihat. Pasca pengeboman tersebut, perlahan-lahan masyarakat Kampung Melayu merekonstruksi Masjid Makmur Melayu. Saat itu dipimpin oleh H Ince Muhammad Hasan, ayah Unais. Dindingnya kala itu hanya terbuat dari gamacca. Yaitu dinding yang terbuat dari anyaman kulit pelepah daun nipah atau rumbia.
Tahun 1948, di tengah situasi pascaproklamasi kemerdekaan, dindingnya mulai diganti dengan tembok. Tak tanggung-tanggung, dinding tersebut dibuat dari tiga lapisan batu bata merah. Menurut Unais, batu bata zaman dulu berukuran besar dan lebar serta keras. Bisa dibayangkan betapa kuatnya dinding Masjid Makmur Melayu tersebut kala itu.
Tahun 1982, Mesjid ini dipugar lagi. Pemugarannya terbilang radikal. Masjid Makmur Melayu yang tadinya berlantai satu, lalu dibangun berlantai dua. Biaya pembangunan tersebut sepenuhnya berasal dari swadaya masyarakat. Termasuk bantuan dari masyarakat etnis Tionghoa di sekitar masjid tersebut. Unais mengaku.
Masjid Makmur Melayu yang akan dibangun berlantai empat. Lantai satu sebagai basement berfungsi sebagai tempat parkir. Lalu lantai dua sebagai pusat kegiatan Taman Pendidikan Alquran (TPA), sekaligus tempat pertemuan atau pengajian. Lantai tiga dan empat yang akan difungsikan sebagai tempat salat. Konsep bangunannya didesain menyerupai klenteng. "Mungkin karena berada di lokasi pecinan sehingga bangunannya mirip klenteng," Selain itu, Masjid Makmur Melayu yang baru akan dilengkapi dengan lima buah menara. Satu menara utama di bagian utara. Lalu satu menara di bagian timur. Dan tiga menara lainnya berada di sebelah barat.