Wednesday, Dec 18, 2019
Bangunan masjid ini berada di Jalan Lombok atau dahulu bernama Balandastraat, Kelurahan Ende, Kecamatan Wajo, Makassar. Masjid ini dibangun oleh salah satu keluarga Melayu yang berketurunan Arab pada tahun 1905 dan mulai difungsikan sejak tahun 1907. Seperti halnya Masjid pada umumnnya, ibadah awalnya dilakukan saat Shalat Jum’at. Bangunan masjid ini berada di pemukiman penduduk Cina yang padat, yang dahulunya merupakan daerah permukiman orang-orang Melayu. Pada saat pembangunan masjid, diketuai oleh Sheikh Muhammad bin Sa’ad Al Asirie, seorang Kapitan Arab atau Pemimpin dari Kampung Arab.
Menurut pengurus dan Imam Masjid Arab, ada dua orang yang berperan penting dalam pembangunan masjid ini yaitu, Sayyid Hasan Bin Muahammad Assafie dan Habib Ali Bin Abd. Rahman Shihab. Mereka merupakan keturunan Nabi yang berasal dari Hadramaut Yaman. Berdasarkan penuturan dari pengurus masjid, tanah yang digunakan awalnya merupakan tanah wakaf dari Sayyid Hasan bin Muhammad Assafie. Selayaknya masjid-masjid sekarang, Imam pertama dari Masjid ini ialah Habib Ali bin Abd. Rahman Shihab. Habib Ali bin Abd. Rahman Shihab, seorang ulama dan pendidik sekaigus merupakan ayah dari Prof. Abdurahman Shihab serta kakek dari Prof. Muhammad Quraish Shihab, mantan Menteri Agama sekaligus ulama ahli tafsir Qur’an Indonesia. Sekarang yang dipercaya seabagai Imam ialah Habib Alwy bin Muhammad Bufaqih dan menurut beliau dalam penentuan Imam masjid masih menjalankan tradisi menggunakan garis keturunan.
Kata Assaid dari nama Masjid ini diambil dari Bahasa arab yang berarti kebahagian. Selain nama Assaid, masjid ini juga dikenal sebagai Masjid Arab atau Masjid Arab-India-Paskistan dan Masjid Lombok. Dinamakan Masjid Arab-India-Pakistan, mungkin dikarenakan di masjid ini pada masanya selain orang-orang Arab terdapat banyak orang-orang India dan Pakistan yang beribadah di Masjid ini. Hal ini juga didukung oleh Makassar yang merupakan kota dagang dan terdapat cukup banyak orang-orang India dan Pakistan yang berdagang di wilayah sekitar masjid dan pelabuhan. Untuk penamaan masjid Lombok sesuai dengan lokasi masjid yang berada di Jalan Lombok.
Pada awalnya masjid dibangun hanya berlantai satu dan dalam perkembangannya, kemudian lantai masjid ditambah dan menjadi masjid berlantai dua. Penambahan lantai dua digunakan sebagai tempat peristirahatan bagi para pedagang maupun para jamaah Haji yang hendak beribadah ke Tanah Suci ketika singgah di Makassar. Untuk lantai dua masjid, terbuat dari kayu bayam dan hanya menyisahkan bagian tengah dari sokoguru yang hanya dibatasi oleh pagar kayu. Pada tahun 1998 lantai dua kemudian dibongkar dan masjid kemudian dikembalikan bentuk awalnya berlantai satu. Menurut penuturan pengurus masjid, pembongkaran lantai dua hanya dikarenakan lantai dua tidak digunakan lagi sehingga lantai tersebut dibongkar.
Bentuk dasar masjid ini berbentuk persegi panjang, bangunan utamanya untuk umat, dikelilingi oleh serambi di kiri-kanan. Pada serambi bagian kiri sebelumnya terdapat tangga untuk menuju lantai dua, namun kini sudah dihilangkan seiring dengan pembongkaran lantai dua. Dan serambi kanan menuju menara masjid.
Atap masjid terdiri atas tiga bagian dan ditopang oleh empat sokoguru berbentuk Klasik Yunani order doric, yaitu silindris yang menggelembung di bagian tengah, dan dihias secara sederhana oleh molding di kaki dan kepalanya. Sebelumnya keempat sokoguru ini hanya terbuat dari batu bata merah yang kemudian dibungkus dengan struktur beton seperti bentuknya sekarang. Pembungkusan ini dilakukan sebagai bentuk upaya perbaikan yang dikarenakan sokoguru yang mulai mengalami kerusakan akibat dari beban yang sudah terlalu berat.
Atap masjid berbentuk limasan, kemudian diganti dengan bentuk Kubah bundar dan kemudian sekarang kubahnya diubah menjadi benruk kubah masjid tradisional di Indonesia. Bagian utama atau tempat sembahyang merupakan masjid terbesar pada masa itu dan berfungsi sebagai masjid raya. Pada bagian depan terdapat mihrab yang berdampingan dengan mimbar, sedang pada bagian barat daya terdapat menara azan.
Masjid ini telah mengalami perluasan terutama perluasan dari lahan parkir pada bagian depan Masjid. Masjid ini merupakan tempat pertemuan warga keturunan Arab di Makassar dan menjadi simbol persatuan dan kesatuan masyarakat Arab yang ada di Sulawesi Selatan pada umumnya dan Makassar pada khususnya. Hal unik dari masjid ini ialah hanya mengkhususkan untuk jamaah lakilaki saja seperti halnya Budaya Arab. Selain hal itu, hal lain yang menjadi latarbelakangnya ialah merujuk terhadap hadist Nabi Muhammad SAW, yang mengatakan seorang muslimah atau wanita lebih utama shalatnya di rumah.
Selain masjid ini, dalam kompleks masjid berdiri sebuah Madrasah Diniyah yang bernama Madrasah Diniyah Assaid. Madrasah ini didirikan oleh Komunitas Arab. Bangunan Madrasah ini masih berdiri hingga sekarang dan berada di bagian timur laut masjid. Madrasah yang menerima siswa yang bukan hanya untuk komunitas Arab tetapi untuk warga sekitar masjid ini yang beragam Islam. Sama halnya Madrasah laiinya, yang menekankan dalam pendalaman Agama, dalam Pengajarannya, guru yang mengajar juga merupakan orang-orang dari komunitas ini. Belum diketahui hingga kapan madrasah ini beroperasi namun berdasarkan penuturan pengurus masjid, ketika tiba di Masjid ini pada tahun 1970, Madrasah ini sudah tidak beroperasi lagi. Kini Masjid berada di bawah naungan Yayasan Assaid yang sekaligus juga merupakan Yayasan yang dulu menaungi Madrasah Assaid. Masjid ini juga telah terinventarisasi pada Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara dengan No. 584.
SUMBER