Wednesday, Dec 18, 2019
Kedatangan Agama Katolik di Makassar dimulai ketika kedatangan misionaris Portugis yang singgah di Makassar ketika hendak ke Maluku. Portugis menggunakan semboyan 3G yaitu; Gold Kekayaan), Glory (kekuasaan) dan Gospel (penyebaran Agama Katolik) Pada Tahun 1525 tiga orang pastor dan misionaris Portugis yakni, disinggahi oleh Pastor Antonio de Reis, Cosmas de Annuciacio dan Bernardinode Marvao.
Pada tahun 1537 dua orang putera Makassar dari Kerajaan Gowa memeluk Agama Katolik setelah dibaptis di Ternate. Dua orang tersebut diberi nama Antonio dan Miguel. Setelah keduanya pulang ke Kampung Halamannya keduanya kemudian memperkenalkan agama katolik kepada penduduk setempat, sehingga banyak yang tertarik.
Pada tahun 1542 seorang pedagang Portugis bernama Antonio de Payva datang ke Makassar untuk berdagang, selain berdagang Antonio de Payva juga membawa agama Katolik ke Makassar. Hingga 1548 barulah seorang pastor mulai menetap sementara yakni Vicente Vegas.
Pada tahun 1544 Ruy Vas Pareira Tiba di Makassar. Ruy Vas Pareria adalah saudagar Potugis yang juga berprofesi sebagai Misionaris. Pada tahun 1544 Antonio De Payva tiba di Makassar untuk mencari kayu cendana. Kedangannya ternyata disambut baik oleh Datu Suppa dan Karaeng Siang karena dianggap sebagai mitra bisnis perdagangan. Seiring berjalannya waktu dan eratnya ikatan emosional antar mereka akhirnya kedua raja tersebut dibaptis bersama keluarga dan pengiringnya. Sebelum kedua raja tersebut beragama Katolik, Antonio de Payva diminta oleh kedua raja untuk menjelaskan agama Katolik di depan para pembesar kerjaan. Beberapa sumber Makassar membenarkan tentang masuknya kedua raja ini ke agama katolik. Dalam Lontarak yang terdapat pada koleksi UNHAS “ Pendeta itu berhasil memasukkan Kristen Datu Suppa yang bernama Makeraiye dan didirikan sebuah Gereja di kampung Maena. Ia juga berhasil memasukkan Kristen Raja Bacukiki, daerah yang terletak di pinggir laut, dan Raja Siang di Pangkajene”.
Pada tahun 1545 Pastor Vicente Viegas datang ke Makassar dan menetap di Makassar selama tida tahun. Selama Pastor Vicente Viegas di Makassar, Vicente viegas seringkali melakukan perjalanan ke pedalaman. Pastor tersebut didatangkan untuk melayani para umat katolik bangsa portugis dann beberapa raja serta bangsawan yang telah dibaptis. Sebelumnya telah diikutsertakan utusan untuk meminta pastor bagi Makassar yang ketika Antonio Payva hendak pulang ke Malaka. Karaeng Tallo, I Mappatakang Kantana Daeng Padulung Tumenanga ri Kayaoang (1545 – 1577) berhasil dibaptis oleh Pastor Viegas pada tahun 1545. Usaha penyebaran katolik yang dilakukan oleh Ruy Vas Pareira dan Antonio De Payva ini membuahkan keberhasilan. Terbukti empat raja di Sulawesi bagian Selatan berhasil dikatolikkan. Keempat raja ini masing-masing Arung Alitta, Datu Suppa, Arung Bacukiki dan Karaeng Tallo, Karaeng Siang. Setelah Dibaptis Datu Suppa diberi nama Luis. Menurut arsiparsip pastor Portugis Datu Suppa dan Arung Alitta dibaptis di Gereja di daerah Bacukiki, gereja yang sederhana dibawah perlindungan Malaikat Agung St. Rafael.
Ketika Kerajaan Gowa-Tallo telah resmi menjadi kerajaan Islam, Raja Gowa Sultan Alauddin serta Raja-raja sebelum dan sesudahnya memberikan kebebasan kepada umat Katolik untuk beribadah dan mendirikan Gereja pada tahun 1633 di Somba Opu. Bahkan ketika Malaka jatuh dibawah kekuasaan VOC hingga tahun 1641 Makassar banyak dilayani Pastor dari Malaka. Lebih dari 3000 orang mengungsi ke Makassar dan mendapat perlindungn dari Kerajaan GowaTallo. Keberadaan Agama Katolik berada di fase krisis terjadi ketika VOC berhasil menaklukkan Kerajaan Gowa-Tallo di Perang Makassardan memaksa Sultan Hasanuddin menandatangi Perjanjian Bungayya pada tanggal 18 November 1667. Paslanya salah satu isi dari perjanjian tersebut menataan bahwa semua bansa Portugis harus diusir keluar dari Makassar. Hal itu berakibat bagi para Pastor dan Misionaris yang ikut diusir dari Makassar. Masyarakat yang beragama Katolik dipaksa beralih agama ke Protestan Hal yang membuat kevacuman kegiatanataupun Katolik di Makassar. Hampir selama ± dua abad tidak ada riwayat mengenai Gereja Katolik di Makassar.
Gereja Katolik Katedral atau gereja Hati Kudus Yesus didirikan sekitar Tahun 1898 pada permulaan tahap ke 2 kehadiran Katolik di Makassar. Awalnya gereja ini bernama Roomsch Katholieke Kerk yang peruntukannya sebagai gereja katolik umum dan bukan sebagai gereja katedral. ini juga merupakan gereja tertua di Sulawesi Selatan, sampai sekarang bangunan ini difungsikan sebagai tempat ibadah Ummat Katolik dengan status milik Keuskupan Agung Makassar.
Arsitek utama pembangunan gereja adalah seorang perwira zeni bernama Swartbol dengan gaya arsitektur gaya gothik. Pengerjaan pembangunan gereja dilakukan oleh pemborong Cina bernama Thio A Tek. Pada bangunan awal terdapat 20 menara kecil dari besi sebagai assesoris dipinggir atap gereja. Kemudian pada tahun 1923 seorang dermawan bernama Mr. Scharpff menyumbangkaan tiga buah lonceng dan dipasang dimenara besi yang besar disebelah selatan gereja
Pada bulan November 1923 Gereja resmi dipasangkan listrik dan pada tanggal 30 April 1927 lonceng-lonceng baru tiba di gereja termasuk Patung hati Yesus (Pelindung), Santa Maria dan Santo Joseph. Setelah tiba lonceng-lonceng tersebut diberkati pada tanggal 3 juli 1927 oleh Prefekt Apsotolik. Dikarenakan pelayanan yang begitu luas maka pada tahun 1925, Makassar mendapatkan tambahan tenaga pastor Pastor C. de Bruijin MSC yang bekerja hingga tahun 1933 dan dibantu oleh Pastor J. Spelz MSC yang kemudian mendirikan paroki di Raha pada tahun 1929. Pada tahun 1933 karena bertambahnya umat Katolik di Makassar maka didirikan gereja baru di halaman di Jalan Rajawali sekarang
Pada masa pendudukan Jepang gereja dan umat katolik di Makassar cukup terhambat. Semua pastor dan hampir semua biarawan serta biarawati dimasukkan ke kamp tawanan oleh tentara Jepang. Sebelumnya ketika sudah ada kepastian Jepang akan datang ke Makassar Pastor Mgr. Martens dan suster-suster JMJ yang berbangsa Belanda pergi ke Malino, Pastor Eerenbeemt ke Rumah Darurat di Jalan monginsidi, Pastor C. van der Zant ke Camba. Hanya meninggalkan Pastor Schneiders yang berada di Pastoran di Makassar. Untuk mengamankan perlengkapan Misa Pastor Schneiders dan seorang bernama S. Ch. Kaparang berinisiatif mengumpulkan barang-barang tersebut dan disimpan di lemari terkunci dalam ruangan skaristi, sedangkan air anggur untuk Misa sebanyak kurang lebih 20 botol disimpan dalam peti yang kemudian dikubur di halaman samping kanan gereja.
Pada awal februari 1942 setelah mengadakan ibadah, Pastor Schneiders dibawa oleh tentara Jepang masuk dengan seorang tawanan Belanda sampai akhir perang. Setelah kejadian itu Tentara Jepang sering datang ke Gereja untuk mengambil barang yang mereka senangi, salah satunya monstrans yang ingin dibawa tetapi urung dibawa ketika dijelaskan bahwa itu ialah alat untuk kebaktian. Keinginan untuk tinggal dan menjaga gereja tidak dibolehkan lagi oleh tantara Jepang sehingga orang-orang yang tinggal di pastoran keluar dan mengungsi di tempat masing. Beberapa minggu di pengungsian S. CH. Karapang dikirimi Surat oleh Pastor Mgr. Martens dari kamp di tempat pengungsiannya. Surat tersebut dibawa oleh seorang polisi Katolik secara sembunyi-sembunyi. Kebetulan polisi tersebut merupakan polisi yang menjaga tawanan di kamp milik Jepang. Isi surat tersebut meminta S. CH. Karapang untuk mencoba memasuki Pastoran untuk mengambil buku pembaptisan dan buku tabungan (Spaarbank) agar disimpan di Skaristi. Perminatan tersbut dilakukan keesokan harinya dan dilakukan oleh dua orang, S CH. Karapang dan M. J. Oentoe. Dengan rencana telah dibuat permintaan tersebut dilakukan tanpa adanya hambatan
Selama masa Jepang Pastor Eropa ditawan dan hanya pastor-pastor dari Jawa dan Pastor serta Uskup Jepang yang berkunjung dan melayani di Gereja, seperti Simon Lengkong MSC dan Wenceslaus Lengkong MSC dari Jawa, Mgr. Ogihara, Mgr. Yamaguchi dan Pastor Petrus dari Jepang. Bahkan di periode tahun 1942-1943 ada kevacuman kepemimpinan gereja Katedral Makassar. Walaupun pada tanggal 3 April 1942 dibuka Kembali untuk Ibadah dan Paulus Cerbonilla dan Om nani Fernandez pimpin kebaktian.
Pada tanggal 9 Oktober 1943 Kota Makassar dibom oleh pasukan sekutu dan satu bom jatuh sekitar 10 meter sebelah barat gereja, sekitaran gedung baru kantor keuskupan. Akibat Bom tersebut kaca yang berada dibelakang altar pecah dan rusak besar termasuk atap. Jendela kemudian ditutup dengan batu dan yang awalnya ada tiga jendela kaca menjadi tembok tanpa jendela. Perbaikan kerusakan menjadi terlambat namun akhirnya ada seorang dermawan yang menghadiahkan kaca patri warna yang bagus untuk kiri dan kanan sehingga nuansa gereja katedral tetap bisa dipertahankan. Setelah Jepang kalah dari sekutu orang-orang yang menjadi tawananya dilepaskan termasuk pastor-pastor gereja.
Pada tahun 1953 gambar jalan salib yang terbuat dari kayu digantung di dalam gereja. Gambar ini merupakan pemberian dari Linsen bersaudara di Belanda. Ketika November 1956 penangkal petir gereja kena petir dan merusak peralatan listik yang ada dalam gereja. Pada tahun 1959 pembaruan atap dilaksanakan.
Pada tanggal 3 Januari 1961 hirarki Indonesia didirikan. Sulawesi dan maluku menjadi satu provinsi gerejawi dan Makassar ditetapkan sebagai Keuskupan Metropolit (Agung) Makassar. Gereja Hati Yesus Yang maha Kudus menjadi Gereja Katedral dari Keuskupan Agung Makassar (KAM). Setelah ditetapkan sebagai KAM pada tanggal 31 Agustus 1961 instalasi Mgr. N. M. Schneiders CICM sebagai uskup Agung Makassar.
Setelah ditetapkan sebagai gereja Katedral tahta keuskupan kemudian ditempatkan di dalam gereja pada tahun 1961. Pada 5 Februari 1962 mulai dibuat altar baru dari batu sesuai dengan ketentuan liturgi dan membelakangi umat termasuk pemasangan loteng seng pada tanggal 19 Februari 1962. Altar baru kemudian digunakan pada 25 Maret 1962 yang kemudian pada bulan Februari 1965 altar kayu ditempatkan dalam gereja yang dimaksudkan untuk perayaan ekaristi dan arahnya menghadap umat. Pada 15 juli 1962 Konsekrasi gereja Katedral dan pada 5 Agustus 1964 paduan Suara Santa Cecilia dibentuk. Pada bulan juni 1964 Jam pada menara gereja dipasang.
Sejak gereja ini menjadi Stasi dan Paroki (7 September 1892) sampai (19 Oktober 1997) ada 61 pastor yang pernah melayaninya (pastor paroki dan pastor pembantu), ada 14.860 orang baptis, dan 2567 pasangan pengantin diberkati di gereja ini. Kini Gereja Katedral Makassar berada di Jalan Kajaolalido No. 14 (dahulu bernama Komedielaan), Makassar. No. 14. Ibadah, berdasarkan konstitusi sacrosanctum Concilium” tentang liturgi dari konsili vatikan II menyebut ekaristi sebagai Sumber dan puncak hidup gereja (umat beriman).
Sudut Jl. Kajaolalido No. 14 atau Komedie laan dan Jl. Kartini atau Juliana Weg