Wednesday, Dec 18, 2019

Gedung BRI

Hotel der Nederlanden adalah cikal bakal sejarah panjang bangunan yang berletak di Bank Rakyat Indonesia sekarang. Berawal dari rumah tinggal pribadi milik keluarga Belanda, G.C.E. Wieland. Lalu berubah menjadi hunian sewa atau hotel. Wajar, karena wilayah Hooge pad di StadV lardingen adalah kawasan tersibuk saat itu. Namun di Batavia juga ada Hotel der Nederlanden tahun 1846.

Dari Hotel der Nederlanden, kemudian berubah nama menjadi Oranje Hotel. Itu terjadi sekitar tahun 1913. Hotelpun direnovasi. Dari semula berarsitektur rumah tinggal kolonial yang besar menjadi bangunan berarsitektur modern berlantai dua dengan garis dan bidang kotak di masa awal kolonial modern.

Alkisah, keluarga G.C.E Wieland, Jr mengubah Oranje Hotel menjadi Grand Hotel pada tahun 1935, sementara Losmen Wieland di Hooge pad no. 23 diubah namanya menjadi Oranje Hotel.

Di masa pendudukan Jepang 1942 - 1945, Grand Hotel di Hooge pad no. 5 berganti nama menjadi Yamato Hotel namun setelah kemerdekaan dijadikan kembali Grand Hotel.

Di sekitar tahun 1981, Grand Hotel dihancurlebur dan dibangun sebuah kantor modern Gedung Bank Rakyat Indonesia (BRI) Achmad Yani, tanpa menyisakan sedikitpun artefak dari tinggalan masa lalu Grand Hotel. Gedung Bank BRI ini sesungguhnya memiliki garis disain Grand Hotel dengan mengadopsi pola bidang kaca dan masif dari dinding tembok. Tetapi, dinding tembok tersebut kini sudah dilapisi dengan material Aluminium Composit. Bank BRI kini berarsitektur modern, dengan bidang-bidang yang monoton. Sebuah tekukan bidang di sudut kanan menjadi improvisasi bentuk bangunan yang cenderung kotak.

Arsitektur bangunan Grand Hotel sangat modern di zamannya. Wajah atau fasade depan, menggunakan material modern kaca dan dinding tembok. Variasi antara bidang masif dan kosong berpola 113 sederhana tetapi dinamis. Menara menciptakan massa asimetris.

Galeri

Peta

...
  • Nama Lain Oranje Hotel
  • Kategori Bangunan
  • Letak Jl. Achmad Yani No. 8 atau Hooge Pad
  • Kelurahan Pattunuang
  • Kecamatan Wajo

Bagikan:

(c) 2022 Dinas Kebudayaan Kota Makassar