Di balik padatnya permukiman warga di Kelurahan Jongaya, sebuah bangunan tua di Jalan Muh Tahir No. 52 kembali mencuri perhatian. Bukan tanpa alasan, bangunan ini menyimpan kisah panjang sejarah transportasi Makassar sebagai halte kereta api peninggalan kolonial Belanda. Kini, langkah pelestarian pun mulai diambil. Dinas Kebudayaan Kota Makassar melalui Bidang Pelestarian Cagar Budaya telah melakukan pendataan terhadap bangunan tersebut pada Rabu, 14 Mei 2025. Bangunan yang kini dihuni oleh Nurhayati dan keluarganya ini dulunya merupakan Halte Jongaya, yang diresmikan pada 1 Juli 1923 oleh Staatstramwegen op Celebes, cabang dari perusahaan kereta api kolonial Staatsspoorwegen. “Pendataan ini merupakan langkah awal dalam upaya pelestarian bangunan bersejarah di Kota Makassar,” ungkap Kepala Bidang Pelestarian Cagar Budaya, Haryanti Ramli. Ia menyebutkan bahwa meski fungsi bangunan telah beralih, pernah menjadi kantor polisi hingga kini menjadi rumah tinggal, jejak sejarahnya masih nyata, terlihat dari tulisan samar “Jongaya Stasiun” di kedua sisi bangunan. Bangunan ini menjadi satu dari sedikit saksi sejarah eksistensi trem uap yang pernah beroperasi di Makassar pada jalur Pasarbutung–Takalar. Sayangnya, operasional kereta api tersebut hanya bertahan sekitar tujuh tahun karena dianggap tidak menguntungkan secara ekonomi. Meski begitu, keberadaannya menjadi tonggak penting sejarah transportasi di Sulawesi Selatan. Tenaga Ahli Pemugaran Cagar Budaya dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX, Ahmad Mawardi, ST, menyebutkan bahwa meskipun fungsi bangunan telah berganti, nilai historis dan arsitekturnya masih layak untuk dilestarikan. “Kalau merujuk pada Pasal 1 Ayat 33 Undang-Undang Cagar Budaya, pemanfaatan bangunan seperti ini bisa diarahkan menjadi museum mini. Dengan begitu, sejarah kereta api Makassar bisa terus dikenang dan dijadikan media edukasi,” jelasnya. Langkah pelestarian ini diharapkan tak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga memperkuat identitas sejarah Kota Makassar di tengah arus modernisasi yang terus menggeliat. Jika direalisasikan, Stasiun Jongaya tak hanya menjadi bangunan bersejarah, tetapi juga ruang belajar yang hidup bagi generasi masa kini dan mendatang.